Jika ditelaah lebih jauh, keberadaan
dan sejarah burung garuda ternyata sudah tercipta sejak zaman berdirinya
Indonesia. Burung garuda yang menjadi dasar ideologi dan lambang negara ini,
yaitu Garuda Pancasila sebenarnya adalah representasi dari elang jawa atau
Javan Hawk Eagle Nisaetus bartelsi yang memiliki warna bulu berwarna emas.
Burung garuda yang akhirnya menjadi Garuda
Pancasila bagi bangsa Indonesia tersebut ditemukan dalam sejarah mitologi Hindu
dan Buddha. Di dalam Mitologi Buddha, burung garuda ini digambarkan sebagai
burung pemakan daging yang hebat dan memiliki kemampuan berorganisasi secara
sosial. digambarkan sebagai setengah manusia dan setengah burung yang sering
digunakan oleh Dewa Wisnu sebagai kendaraannya. Burung garuda juga menjadi raja
dari para burung. Bahkan pada tradisi Bali sejak zaman dahulu kala, burung
garuda ini dimuliakan sebagai tuan segala makhluk yang dapat terbang serta
dimuliakan pula sebagai raja agung para burung. Posisi mulia burung garuda
sejak zaman kuno telah menjadikan burung garuda sebagai Garuda Pancasila yang
menjadi lambang serta ideologi bangsa Indonesia. Bahkan menurut Peraturan
Pemerintahan No. 66 Tahun 1951, menjelaskan bahwa lukisan garuda tersebut
diambil dari beberapa candi sejak abad ke-6 sampai ke 16. Raja-raja di
Indonesia ternyata sudah sejak lama menggunakan burung garuda sebagai lambang
kerajaan mereka.
Sejarah Penciptaan Lambang Garuda Pancasila
Hampir seluruh
penduduk Indonesia mengetahui bahwa Garuda Pancasila adalah lambang negara
sekaligus menjadi ideologi banga Indonesia. Namun, pastilah masih banyak di
antaranya yang tidak mengetahui sejarah penciptaan Garuda Pancasila sebagai
lambang negara kita. Bahkan mungkin sama sekali tidak mengetahui siapa orang
yang sangat berjasa dalam merancang Garuda Pancasila ini.
Tokoh yang sangat
berperan dalam perancangan Garuda Pancasila adalah Sultan Hamid II yang
terlahir dengan nama lengkap Syarif Abdul Hamid Alkadrie. Sultan Hamid II ini
adalah putra sulung Sultan Pontianak. Ia lahir di Pontianak pada 12 juli 1913.
Ketika Republik Indonesia Serikat terbentuk, Sultan Hamid II ini diangkat
menjadi Menteri Negara Zonder Poto Folio dan selama menjabat sebagai menteri
negara tersebut, ia mendapatkan tugas dari Presiden Soekarno untuk
merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara. Perintah inilah
yang kemudian menjadi dasar penciptaan Garuda Pancasila.
Ide perisai Pancasila
muncul ketika Sultan Hamid II yang sedang merancang lambang negara teringat
dengan ucapan Presiden Soekarno yang menyatakan bahwa hendaknya lambang negara
itu seharusnya mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar Indonesia, yang
sila-sila dari dasar negara tersebut adalah Pancasila sehingga akhirnya nanti
dapat tercipta Garuda Pancasila. Dengan menambahkan pita yang bertuliskan
“Bhinneka Tunggal Ika” akhirnya jadilah lambang negara Indonesia tersebut
menjadi Garuda Pancasila. Namun, gambar Garuda Pancasila itu dahulu terlihat
sebagai kepala burung rajawali yang masih gundul dan tidak berjambul seperti
sekarang.
Presiden Soekarno
untuk pertama kalinya memperkenalkan lambang negara Garuda Pancasila ini kepada
seluruh penduduk Indonesia pada 15 Februari 1950 di Hotel Des Indes Jakarta.
Selanjutnya setelah pengumuman tersebut, Presiden Soekarno terus melakukan
perbaikan pada bentuk Garuda Pancasila. Lalu pada 20 Maret 1950, Presiden
Soekarno memberikan perintah kepada pelukis istana bernama Dullah untuk kembali
melukiskan lambang Garuda Pancasila tersebut dengan melakukan penambahan dan
perbaikan. Penambahan dan perbaikan yang dilakukan adalah pemberian jambul pada
kepala Garuda Pancasila. Terjadi perubahan pula pada posisi cakar kaki Garuda
Pancasila yang mencengkeram pita di belakang pita menjadi di depan pita.
Rancangan Garuda Pancasila yang terakhir yang setelah diberikan skala ukuran
dan tata warna oleh Sultan Hamid II, akhirnya patung besar Garuda Pancasila
yang terbuat dari bahan perunggu berlapis emas pun diciptakan. Patung itu
disimpan dalam Ruang Kemerdekaan Monumen Nasional.
Pembuat Lambang Garuda Pancasila
Adalah Sultan Hamid II ,Perancangan
lambang negara dimulai pada Desember 1949, beberapa hari setelah pengakuan
kedaulatan Republik Indonesia Serikat oleh Belanda. Kemudian pada tanggal 10
Januari 1950, dibentuklah Panitia Lencana Negara yang bertugas menyeleksi
usulan lambang negara. Dari berbagai usul lambang negara yang diajukan ke
panitia tersebut, rancangan karya Sultan Hamid II lah yang diterima. Sultan
Hamid II (1913–1978) yang bernama lengkap Syarif Abdul Hamid Alkadrie merupakan
sultan dari Kesultanan Pontianak, yang pernah menjabat sebagai Gubernur Daerah
Istimewa Kalimantan Barat dan juga Menteri Negara Zonder Portofolio pada era
Republik Indonesia Serikat.
Setelah disetujui, rancangan itupun
disempurnakan sedikit demi sedikit atas usul Presiden Soekarno dan masukan
berbagai organisasi lainnya, dan akhirnya pada bulan Maret 1950, jadilah
lambang negara seperti yang kita kenal sekarang. Rancangan final lambang negara
itupun akhirnya secara resmi diperkenalkan ke masyarakat dan mulai digunakan
pada tanggal 17 Agustus 1950 dan disahkan penggunaannya pada 17 Oktober 1951
oleh Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo melalui PP
66/1951, dan kemudian tata cara penggunaannya diatur melalui PP 43/1958.
Meskipun telah disahkan penggunaannya sejak tahun 1951, tidak ada nama resmi
untuk lambang negara itu, sehingga muncul berbagai sebutan untuk lambang negara
itu, seperti Garuda Pancasila, Burung Garuda, Lambang Garuda, Lambang Negara,
atau hanya sekedar Garuda. Nama Garuda Pancasila baru disahkan secara resmi
sebagai nama resmi lambang negara pada tanggal 18 Agustus 2000 oleh MPR melalui
amandemen kedua UUD 1945.
Sejarah Kelahiran Lambang Garuda Pancasila sebagai Lambang Negara Indonesia
Setelah Perang Kemerdekaan Indonesia
(1945-1949), disusul pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda melalui
Konfrensi Meja Bundar pada tahun 1949, dirasakan perlunya Indonesia (pada saat
itu masih bernama Republik Indonesia Serikat) untuk memiliki lambang negara.
Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana
Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II
yang ditugaskan Presiden Soekarno untuk merencanakan, merancang dan merumuskan
gambar lambang negara; dengan susunan panitia teknis : Muhammad Yamin sebagai
ketua, dan beranggotakan Ki Hajar Dewantara, M A Pellaupessy, Moh Natsir dan RM
Ng Poerbatjaraka; sebagai panitia yang bertugas menyeleksi usulan lambang
negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam
buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut
Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara
terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya
yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M.
Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari yang menampakkan pengaruh
Jepang. Rancangan Lambang Negara berupa Garuda Pancasila milik Sultan Hamid II
dipilih karena mengacu kepada ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang
negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana
sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang
negara.
Setelah rancangan terpilih, dialog
intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS (Republik Indonesia
Serikat) Ir. Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk
keperluan penyempurnaan rancangan itu. Mereka bertiga sepakat mengganti pita
yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih
dengan menambahkan semboyan "Bhineka Tunggal Ika".Tanggal 8 Februari
1950, rancangan lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II
diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan lambang negara tersebut mendapat
masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan kembali, karena adanya
keberatan terhadap gambar burung Garuda dengan tangan dan bahu manusia yang
memegang perisai dan dianggap terlalu bersifat mitologis.
Sultan Hamid II kembali mengajukan
rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi
yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat
Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut
kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo
dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI
menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya disetujui
oleh Presiden Soekano pada tanggal 10 Februari 1950 dan diresmikan pemakaiannya
dalam Sidang Kabinet RIS pada tanggal 11 Februari 1950. Ketika itu gambar
bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih "gundul" dan tidak
berjambul seperti bentuk sekarang ini. Presiden Soekarno kemudian
memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di
Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.
Soekarno terus memperbaiki bentuk Garuda
Pancasila. Pada tanggal 20 Maret 1950 Soekarno memerintahkan pelukis istana,
Dullah, melukis kembali rancangan tersebut; setelah sebelumnya diperbaiki
antara lain penambahan "jambul" pada kepala Garuda Pancasila, serta
mengubah posisi cakar kaki yang mencengkram pita dari semula di belakang pita
menjadi di depan pita, atas masukan Presiden Soekarno. Dipercaya bahwa alasan
Soekarno menambahkan jambul karena kepala Garuda gundul dianggap terlalu mirip
dengan Bald Eagle (Lambang Negara Amerika Serikat). Untuk terakhir kalinya,
Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara,
yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara yang
mana lukisan otentiknya diserahkan kepada H Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada
18 Juli 1974. Rancangan Garuda Pancasila terakhir ini dibuatkan patung besar
dari bahan perunggu berlapis emas yang disimpan dalam Ruang Kemerdekaan Monumen
Nasional sebagai acuan, ditetapkan sebagai lambang negara Republik Indonesia,
dan desainnya tidak berubah hingga kini.
Sampai sekarang, Lambang Negara yang
ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan
ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Kraton
Kadriyah Pontianak, tanah kelahiran Sultan Hamid II, sang Pencipta Lambang
Negara Indonesia.
Makna Yang Terkandung Dalam
Garuda Pancasila
Garuda Pancasila terbagi
menjadi tiga bagian dalam pemaknaannya, yaitu gambar Garuda Pancasila sebagai
burung garuda yang tegak perkasa dengan kedua sayap membentang lebar dan kepala
menoleh ke arah kanan.
1.
Makna Bagian Garuda Pancasila - Makna pada Tubuh Garuda
Bulu pada masing-masing sayap pada Garuda Pancasila
berjumlah tujuh belas helai yang artinya melambangkan tanggal 17. Bulu ekor pada Garuda Pancasila ini
berjumlah 8 yang melambangkan bulan delapan. Bulu leher pada gambar Garuda Pancasila yang berjumlah empat puluh
lima ini melambangkan tahun 45. Jadi jika dirangkai secara keseluruhan
maka memiliki makna bahwa bahwa yang tercantum dan angka-angka yang digambarkan
pada Garuda Pancasila itu adalah Hari
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Lambang perisai yang terdapat dibagian depan Garuda Pancasila
tersebut melambangkan perjuangan dan perlindungan bangsa Indonesia.
2.
Makna Gambar yang Terdapat di Perisai Garuda Pancasila
Gambar bintang melambangkan sila pertama dari
Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Gambar rantai melambangkan sila kedua dalam Pancasila yang artinya
Kemanusiaan yang Adil dan beradab. Gambar pohon beringin yang terdapat pada perisai Garuda Pancasila ini
melambangkan sila ketiga yaitu Persatuan Indonesia. Sedangkan Kepala Banteng melambangkan kerakyatan
yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan yang
menjadi sila keempat. Sila yang terakhir dilambangkan dengan padi dan kapas yang artinya adalah
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
3.
Makna Warna pada Garuda Pancasila
Ada beberapa warna yang
terdapat pada Lambang Garuda Pancasila ini. Warna-warna yang dipakai menjadi
warna pada lambang Garuda Pancasila ini memiliki arti dan makna tersendiri. Warna merah memiliki artian
keberanian. Warna putih memiliki
arti kesucian, kebenaran, dan kemurnian. Warna kuning berarti kebesaran, kemegahan, dan keluhuran. Warna hijau artinya adalah kesuburan
dan kemakmuran. Dan warna yang terakhir adalah hitam yang memiliki makna keabadian.
4.
Letak Warna Pada Bagian-bagian Garuda Pancasila
Warna-warna yang dipakai
dalam lambang Garuda Pancasila ini tidak boleh diletakkan sembarangan karena
warna-warna tersebut sudah ditentukan diletakkan pada bagian-bagian yang mana
saja di lambang Garuda Pancasila.
- Warna kuning diletakkan sebagai warna Garuda Pancasila, untuk warna bintang, rantai, kapas, dan padi.
- warna merah digunakan sebagai warna perisai kanan bawah dan kiri atas yang terdapat pada lambang Garuda Pancasila ini.
- Warna putih dipakai untuk memberikan warna perisai kanan atas dan kiri bawah. Pita yang dicengkeram dalam Garuda Pancasila ini juga diberikan warna putih.
- Warna hijau digunakan sebagai warna pohon beringin.
- Warna hitam menjadi warna kepala banteng yang terdapat dalam lambang Garuda Pancasila ini. Warna hitam juga digunakan untuk warna perisai tengah latar belakang bintang, serta untuk mewarnai garis datar tengah perisai. Warna hitam ini juga digunakan sebagai warna tulisan untuk semboyan "Bhinneka Tunggal Ika".
5.
Makna Semboyan Bhinneka Tunggal Ika dalam Garuda Pancasila
Makna dari semboyan
"Bhinneka Tunggal Ika" yang terdapat pada lambang Garuda Pancasila
ini memiliki arti Walau berbeda-beda, tetapi tetap satu jua yaitu Indonesia.
6.
Arti Lambang Pancasila
Burung Garuda melambangkan
kekuatan dan Warna emas pada
burung Garuda melambangkan kejayaan. Perisai
di tengah melambangkan pertahanan bangsa Indonesia. Bintang melambangkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa (sila ke-1). Rantai melambangkan sila Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab (sila ke-2). Pohon
Beringin melambangkan sila Persatuan Indonesia (sila ke-3). Kepala banteng melambangkan sila
Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan (sila ke-4). Padi
dan Kapas melambangkan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia (sila ke-5). Bhineka Tunggal
Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Itu merupakan kalimat penggalan dari bait
kakawin Sutasoma.
Saya akan mencoba menguraikannya, menurut pandangan berbagai sumber dan juga pengetahuan saya sendiri, karena kata-kata Bhineka Tunggal Ika tersebut berasal dari Bahasa Jawa Kuno, dimana maknanya masih sama dengan bahasa Jawa yang ada saat ini.
Kata Bhineka Tunggal Ika
jika dipisah menurut maknanya menjadi:
Bhina-Ika-Tunggal-Ika. Kalau diterjemahkan menjadi bahasa
Jawa saat ini, paling tidak menjadi Beda-Iku-Tunggal-Iku.
Kalau dijadikan Bahasa Indonesia menjadi Berbeda itu kesatuan itu. Setelah
kata-kata tersebut diolah agar mudah dipahami, maka menjadi Terpecah belahlah itu, tetapi satu jualah itu. Sedangkan
untuk kata Tan-Hana-Dharma-Mangrwa,
jika diartikan dalam bahasa Jawa sekarang menjadi Tan-Ana-Kasunyatan- kalau Bhs Indonesianya sih berarti “Rancu”). Sehingga ketika diolah
menjadi Tidak ada kerancuan dalam
kebenaran.
Garuda dalam cerita
pewayangan
Di dalam babad, sejarah
atau cerita-cerita kuno negara-negara mandiri di Indonesia, sepertinya belum
pernah ada yang menyebut lambang burung Garuda, yang kita warisi dari sejarah
kuno sekarang hanya sang "Dwi Warna", yang pada waktu itu di sebut
"Bendera Gulo Klopo"(jawa), atau sekarang di sebut Sang Saka Merah
Putih.
Dalam cerita pewayangan
Ramayana juga disebutkan adanya burung Garuda, Jatayu. Jatayu adalah sosok
burung satria yang gugur dalam peperangan melawan Rahwanaraja dalam upaya
merebut dewi Shinta. Sedangkan Rahwanaraja adalah sosok raksasa yang berkepala
sepuluh atau disebut juga Dasamuka.
Mistery Burung Garuda
Sekarang yang menjadi
pertanyaan adalah, apakah di Indonesia ada burung garuda?
Kalau burung Garuda yang
besarnya sebesar burung elang sudah pasti di Indonesia masih banyak walaupun
sekarang jumlahnya agak berkurang.
Mungkin banyak orang yang
tidak percaya, kalau di Indonesia dulu benar dan nyata adanya burung Garuda
raksasa seperti yang di ceritakan dalam cerita pewayangan, bukan dongeng tapi
nyata, tercatat dalam buku harian salah satu nahkoda Portugis pada awal abad
XVI di sekitar lautan Indonesia. Catatan harian nahkoda portugis tersebut
pernah di ceritakan di terbitan berkala "Marcopolo" yang di keluarkan
oleh kedutaan Besar Italia di Jakarta antara tahun 1950-1960 yang berbentuk
buku dengan sampul karton. Buku dengan tebal 70 - 100 halaman tersebut tidak
hanya menceritakan tentang burung Garuda tapi juga serat Niti Sruti dan Paniti
Sastra, cerita tentang para saudagar dan nahkoda Portugis (terbagi dalam 3
seri).
Sumber cerita yang tercatat
dalam buku harian nahkoda partugis tersebut adalah kisah penyelamatan seorang
anak dari Sulawesi yang terdampar di pulau Karimunjawa. Nah, di pulau
Karimunjawa itulah sosok burung Garuda raksasa terlihat sedang mencengkeram
seekor kerbau. Coba kita bayangkan seberapa besar burung Garuda tersebut...!
Banyak sekali cerita-cerita
aneh tentang Nusantara ini yang di ceritakan dalam buku "Marcopolo"
yang diterbitkan oleh kedutaan besar Italia di Jakarta dari jaman petualangan
para saudagar dan nahkoda Portugis pada awal abad XVI (antara tahun 1510) sampai
jaman kolonialis Belanda.
Bangsa dan negara-negara di
dunia mungkin sudah biasa atau lazim mengunakan lambang dan symbol Burung
Garuda sebagai lambang resmi negara mereka termasuk Amerika Serikat dan
Indonesia, Umur lambang negara AS yang berbentuk burung Garuda kurang lebih berumur 237 tahun,
sedangkan Garuda Bhineka Tunggal Ika Republik Indonesia berumur sama dengan
kemerdekaan bangsa Indonesia tahun 1945.
Anda Hobi Bermain BOLA? Atau Suka Judi Bola?
BalasHapusTentukan Pilihan Anda sekarang juga bersama kami di BOLAVITA
Khusus Anda Pecinta Taruhan BOLA dapatkan BONUS CASHBACK SEBESAR 10%
Ayo Daftarkan Diri Anda Bersama kami di BOLAVITA
Boss Juga Bisa Kirim Via :
Wechat : Bolavita
WA : +6281377055002
Line : cs_bolavita
BBM PIN : BOLAVITA ( Huruf Semua )
Terima kasih .. Salam bolavita